Saturday, September 01, 2007

B.E.N.T.U.K

Empat bulan pernikahan.........
Cinta sudah mulai terlihat bentuknya. Seperti janin yang juga berumur sama, dengan ruh yang sudah ditiupkan ke jazadnya, cinta ini juga akhirnya memiliki jiwa. "Kangen, sayang", tidak lagi berupa rutinitas keseharian, tetapi telah bermetamorfosa menjadi sebuah kebutuhan primer.
3 bulan pertama, 3 tahun pertama, dan 33 tahun mendatang........
Alahmdulillah, 3 bulan pertama telah dilewati. waktu-waktu yang terasa panjang karena diisi dengan kami yang mengasah ego sehingga menjadi runcing. Kami yang merendahkan amarah menjadi bisa dingin yang tanpa makna, kami yang belajar tapi tak mau mengulang, dan kami saling menampar, dan menuding, "Kau adalah Imas!", dan "Kau adalah Iwan". Tanpa sadar, kami menciptakan dua individu dalam satu ruang 4x4 M. Saya bilang dia air, sebab dia tenang, menghanyutkan, tapi punya kekuatan untuk menghancurkan. Dia bilang saya minyak, sebab labih, titik didih dan titik bekunya rendah, dan tanpa rasa. Air dan minyak.
Dia bilang saya juga udara, semaunya bergerak ke sana ke mari, seringkali mnenyesakkan, dan menjadikannya hampa tanpa status. Jadi saya pun bilang bahwa dia adalah tanah, sok kuasa dengan wilayahnya yang maha luas, menjadikan dirinya pusat dari segala alasan yang bisa menjagaku tetap hidup, sekaligus menjadi sesuatu yang tersentuh tapi tidak mampu dimiliki secara absolut.
Dia selalu menuduh bahwa saya bukan manusia. Dia bilang saya gurun. gersang, tanpa ujung, tanpa cita-cita, tanpa mimpi-mimpi besar, tanpa aturan, dan dingin, sekaligus juga panas, yang betukar dengan cepat. Kubilang, kau fikir dirimu tidak seperti pasir, yang tak henti-hentinya menjelajah dan melupakan tanggung jawab? Kau fikir dirimu karena kecil maka tak terlihat? Tak terjamah? Tak terasa ada? Meski mungkin kau lupa bahwa setiap benda yang bergerak akan menimbulkan jejak di udara, dan udara adalah saya.
Ironis bahwa sebuah kehidupan rumah tangga selayaknya menyatukan dua individu menjadi satu. Devi yang setengah mati mau punya rambut panjang, tapi disuruh potong pendek oleh Ery, akhirnya manut, memangkas rambutnya dengan model bob, dan semua mengagumi dia terlihat lebih cantik, dan akhirnya dia pun meng-amini, untung saya menuruti suamiku.
Ririn yang setengah mati mau KB karena ini anak ke-4nya, setelah 5 tahun lebih sedikit pernikannya dengan Akmal. tapi dengan santainya Akmal bilang, "Lho, kalo ko nda mau hamil, kalo nda mau ngurusin anak, trus sebagai istri kamu mau ngapain?" Akhirnya Ririn pasrah, nurut, harap-harap cemas selama masa nifasnya ini, sambil pake taruhan, "Imas, 3 ato 4 bulan ke depan, pasti aku hamil lagi deh,". Kemudian dia berkubang di jalan yang sama dengan yang ingin dilalui Akmal, jalan dengan nama Jl. Tanpa KB.
Kemudian ada Uthi, yang super energik dan smart. Akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja, setelah Bang Sofyan dengan lantang dan gagahnya berbicara, "Gajiku 15 juta! Kamu mau beli apapun boleh, toh uang kamu yang pegang. Untuk apa lagi kamu kerja?". Akhirnya Uthi berhenti bekerja. Senang melihat dia tiap pagi di halaman rumahnya, dengan sapu lidi dan selang air. Dengan tanaman segar yang menjadi latar badannya.
Seperti itulah cinta dan rumah tangga. Seorang suami berjalan di atas jalan yang sama dengan istrinya. Rumah tangga seharusnya bukan menjadi perbandingan antara air dan minya, bukan juga upaya penyatuan Tanah dan Udara, apalagi memenjarakan butir pasir di sebuah gurun. Cinta seharusnya berjalan bersama, tertawa bersama.
Di 3 bulan pernikahan, kami bertemu Devi dan Ery. Ada raut kebanggan calon ayah di wajah Ery, dan kecantikan klasik seorang wanita modern yang wajahnya dibingkai oleh rambut bob setengkuk. Kemudian, setelah berbasa-basi dalam hitungan menit, saya mengulang statement suamiku dalam bahasa hiperbolik, "Devi tambah cantik ya, Dek? Tapi kecantikannya dingin dan kaku. Hilang sudah pesona Dewi dengan rambut hitam panjang yang terurai terawat rapi, yang menjadikannya primadona di mata laki-laki sini, sejak dia tumbuh payudara, sampai saat di mana dia memangkas rambutnya, mengecatnya dengan warna2 terbaru, dan seolah rambut menjadikan dia bermetamorfosa menjadi Nyonya Ery, bukan Devi yang istrinya Ery.
Kemudian suatu waktu kami bertemu Ririn dan Akmal. Kecemasan berlebihan karena takut hamil lagi, membuat Ririn sering dihinggapi migrain dan menjadikan produksi ASI-nya mandek. Sebegitu parah kah jalan bersama yang akan mereka lewati sehingga Ririn mesti merasakan trauma seperti itu. Trauma terhadap apa? Hamil? Toh dia hamil karena sudah punya suami, apa yang mesti ditakutkan? Fikirku. Suamiku menjawab, mungkin dia belum siap, mungkin juga lelah. Oh ya?
Terakhir, kami berdua mulai memperhatikan Uthi, karena dia tetangga kami. Badannya terlihat agak kurusan, lebih tepatnya kuyu. Semangat hidupnya menguap seperti alkohol di ruang terbuka. Sekarang dia hanya mampu berdiri di halaman rumah, dengan sapu lidi dan selang air di tangan. Menunggu sapaan selamat pagi dari kami yang berangkat kerja di pagi hari. Ah, Uthi. Saya masih ingat waktu kau bilang iri lihat saya yang masih kerja, masih bisa membeli set Sidney Sheldon lengkap seharga 800an ribu tanpa harus segan pada suami. Atau karena saya yang masih semangat berburu koleksi komik Topeng Kaca, Agen Polisi 212, dan Bob Napi badung dari internet, pake uang sendiri, tanpa khawatir asap dapur akan keluar senin kamis karena terganggu oleh hobby-ku. Ah, Uthi. Seperti inikah jalan bersama yang kau mulai dengan kata, menuruti suami????
Percakapan ini terjadi sekitar 2 minggu lalu. Saat kami sudah perang dingin selama kurang lebih 3 hari. Setelah kami mendapat sentilan pedas dari orang tua kami, "baru seumur jagung sudah begini. Bagaimana meko bisa bertahan sampe lama?"
Akhirnya kami memutuskan untuk berbicara. Suamiku memulai dengan, "Apakah sebenarnya maumu?" Kujawab dengan diam sekian ratus detik, kemudian berbicara, "Saya tahu saya minyak, dan kau selayaknya air sehingga kita tidak bisa terlihat menyatu selayaknya mereka yang telah menikah. Tapi bukankah tumisan-tumisan menjadi lezat karena air dan minyak menyatu dengan sempurna, pada titik didih yang sama, dengan tambahan bumbu-bumkbu yang melengkapinya? ZTidak bisakah kita menjadi air dan minyak yang melebur pada titik didih yang sama, dan menjadikan amarah,salah paham, cemburu, cinta, kangen, dan semua di diri kita menjadi pelengkap kebahagiaan kita? Saya selalu bilang bahwa meskipun saya udara, yang seakan bergerak di atasmu sebagai tanah, tapi tetap kau sebagai tanah, adalah sumber kehidupan, yang menjadikan rumput itu tumbuh, pohon menjadi besar dan menjulang, sehingga alam ini menjadi seimbang dan aku mampu bertiup sepoi dan santai, tanpa gejolak, tanpa amarah. Tidakkah kau sadar bahwa sebagai tanah kau menhidupkanku? Memberikan makanan untuk kelangsungan nyawaku? Aku mencintaimu. Dan jangan pernah mengecilkan arti sebuah gurun. melihatnya dari sisi tandus dan panasnya. Akuilah bahwa dirmu yang berupa butiran pasir, yang selalu terbang ke sana ke mari mengikuti ego mu adalah bagian dari gurun itu sendiri? Saya adalah gurun memang, tapi harus kau sadari dan jangan ingkari kodratmu bahwa gurun adalah rumahmu. Yang kau enggan pulang karena kau merasa panas, tapi tidakkah kau lihat bahwa gurun juga punya oase yang menyegarkan? Gurun memelihara kaktus yang berduri tapi menyimpan bulir-bulir air untuk membasuh kerongkonganmu saat kau haus. Dan gurun selalu ditaburi sejuta bintang, sumber cahaya abadi yang menjagamu dari gelap agar tidak kehilangan arah."
Setelah itu kami melebur dalam bahasa diam. Satu-satunya bahasa yang bisa menyatukan kami, menyelesaikan makan malam lamat-lamat, seolah berusaha memaknai dan menamai jalan yang baru kami buat, baru kami ratakan ini. Kami sibuk dengan alam fikiran kami masing-masing. Saya tidak berusaha menjadi dirnya untuk tau apa yang dia mau, begitu pun sebaliknya. Kami berbeda, sejak dari pertama pacaran pun kami sadar bahwa kami berbeda. Dia laki-laki, saya perempuan; dia air, saya minyak; dia tanah, dan saya udara. Tapi kita akhirnya sama-sama sadar, tidak perlu menjelma menjadi orang lain agar bisa saling mencintai. Toh karena alat kelamin kami yang berbeda sehingga cinta itu menjadi indah dalam rupa sentuhan fisik. Toh karena dia punya jakun sehingga suaranya terdengar gagah dan suraku yang lebih feminin membuat dia merasa nyaman meski dia berjarak sekian ribu kilometer jauhnya dari saya?
Toh karena kita berbeda, maka kami tercipta ruang-ruang kosong yang siap untuk diisi, dan membentuk sebuah nuansa baru yang sanggup memberi kata "bahagia" di hidup kami. Toh karena kami berbeda maka pelayaran cinta ini berupa labuhan ke tempat-tempat baru yang indah, meskipun tidak jarang juga kami harus menghadapi badai dan perompak laut yang berupa cemburu.
Hidup dalam wacana 4 bulan penikahan. Saya mencintainya apapun bentuknya, seperti juga saya selalu yakin dia mau mencintai saya apapun bentukku. Mungkin dia lebih banyak tahu karena bagi seorang wanita, air mata pun sanggup menjadi sebuah bahasa yang tidak kalah jelasnya dengan bahasa oral, dan saya pun sebagai wanita berusaha untuk menterjemahkan semua isyarat penuh cinta yang disampaikan lewan pelukan, lirikan mata, senyum, SMS-SMS mesra, buah pepaya untuk panas dalam dan pencernaanku, makanan-makanan dalam rantang-rantang dari rumah mertuaku, usapan di kepala yang durasinya tidak lebih dari 30 detik, dan semua usahanya untuk pulang lebih awal ke rumah karena kasihan memikirkanku menunggu sebuah ciuman selamat tidur.
Ah, keromantisan bukan cuma milik seorang Cinderella dan pangerannya. Bukan cuma milik wanita-wanita idaman bujang nomer wahid negeri ini. Tapi keromantisan adalah hak universal. Sebuah kesimpulan terhadap soal-soal psikologis yang menuntut penjabaran emosional secara akurat. Romantisme adalah milik mereka yang mau menjalani cinta dalam waktu-waktu paling buruk dalam rentetan hidup mereka.
.........cinta.........

No comments: